Selama berabad-abad, ilmuwan dan seismolog amatir, telah mencoba memanfaatkan perilaku hewan liar dan peliharaan sebagai prediktor gempa bumi besar. Hewan-hewan ini merespons input sensorik yang tidak biasa jauh sebelum terjadinya gempa bumi. Referensi paling awal soal perilaku hewan yang tak biasa sebelum bencana alam terjadi adalah pada 373 SM, saat sejarawan Yunani Thucydides melaporkan kawanan tikus, anjing, ular dan musang meninggalkan Kota Helice beberapa hari sebelum gempa bumi parah terjadi. Peristiwa yang paling menonjol lainnya terjadi pada tahun 1975 ketika hewan di kota Haicheng, Tiongkok, berperilaku tidak wajar, menghasilkan evakuasi sebagian kota dan menyelamatkan ribuan nyawa.
Hubungan Gempa Bumi dan Tsunami dengan Perilaku Hewan di Dunia
Terdapat beberapa contoh peristiwa bencana alam di dunia yang terkait dengan perilaku hewan sebagai deteksi bencana alam, dan tentu saja contoh ini adalah sedikit dari peristiwa , masih banyak yang lainnya.
1. Perilaku burung pada gempa bumi dan tsunami di Thailand (2004)
Sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami, terdapat banyak orang yang melihat burung-burung laut terbang rendah dan bising. Menurut penelitian beberapa ilmuwan, kemungkinan burung-burung laut tersebut merasa terganggu oleh getaran di bawah tanah yang terjadi sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami.
2. Perilaku ikan pada gempa bumi dan tsunami di Jepang (2011)
Sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami di Jepang pada tahun 2011, terdapat banyak ikan yang secara tiba-tiba bergerak ke arah pantai. Menurut penelitian beberapa ilmuwan, kemungkinan ikan-ikan tersebut merasakan perubahan tekanan air dan arus yang terjadi sebelum terjadinya tsunami.
3. Perilaku kucing pada gempa bumi dan tsunami di Jepang (2022)
Menjelang terjadinya gempa magnitudo 6,6 SR di Kyushu, Jepang pada Sabtu 22 Januari 2022. Rekaman CCTV yang menunjukkan kawanan kucing langsung menyadari kejanggalan sebelum terjadinya gempa. Berikut video dari chanel
Hewan Populer4. Perilaku anjing laut pada gempa bumi dan tsunami di Samoa (2009)
Sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami tersebut, banyak orang melihat anjing-anjing laut yang bergerak ke arah pantai. Penelitian oleh sejumlah ilmuwan menunjukkan bahwa anjing laut tersebut mungkin merasakan perubahan arus laut dan tekanan air yang terjadi sebelum terjadinya tsunami.
5. Perilaku gajah, burung flamingo dan anjing pada gempa bumi dan tsunami di Aceh (2004) dan Kepulauan Mentawai (2010)
Gempa bawah laut berkekuatan M 9,1 di Aceh menghancurkan kehidupan komunitas pesisir di sekitar Samudera Hindia, menewaskan sedikitnya 225.000 (2004) dan menewaskan nyaris 500 orang di Kepulauan Mentawai (2010). Sejumlah saksi mata melaporkan bahwa sebelum gempa terjadi, beberapa binatang, seperti gajah, merespons peristiwa ini seakan-akan mereka tahu bencana yang akan terjadi. Saksi mata melihat gajah-gajah lari ke daratan yang lebih tinggi, burung-burung flamingo mengabaikan sarangnya yang ada di dataran rendah, dan anjing-anjing menolak pergi keluar
5. Perilaku anjing dan gempa turki
Bagaimana Hewan dapat Menjadi Deteksi Gempa Bumi dan Tsunami ?
Hewan Memiliki Indra Yang lebih sensitif
Hewan dapat menjadi pendeteksi gempa bumi dan tsunami lebih awal karena mereka memiliki indra yang lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. Beberapa hewan dapat merasakan perubahan magnetik dan getaran di bumi yang terjadi sebelum terjadinya gempa bumi atau tsunami. Hewan-hewan seperti burung, ikan, dan mamalia laut dapat merasakan perubahan tekanan air dan arus sebelum terjadinya tsunami.
Sebagai contoh, ikan-ikan di laut dalam dapat merasakan perubahan tekanan air dan arus sebelum terjadinya tsunami dan kemudian bergerak ke perairan yang lebih dangkal. Burung-burung pantai juga dapat merasakan perubahan tekanan udara dan seringkali terbang ke tempat yang lebih tinggi sebelum terjadinya tsunami. Selain itu, ada beberapa laporan bahwa gajah dan anjing dapat merasakan getaran di bumi sebelum terjadinya gempa bumi dan bertindak aneh.
Hewan Mampu Mendengar Berbagai Jenis Suara
Hewan juga memiliki kemampuan untuk mendengar berbagai jenis suara, yang memiliki frekuensi mulai dari ultra hingga infrasonik (kHz-Hz) dan berasal dari sumber biotik hingga abiotik.
Hewan dapat menghasilkan dan mendeteksi suara pada berbagai rentang frekuensi untuk berbagai tujuan. Sebagai contoh, kelelawar menggunakan suara ultra untuk bernavigasi dan menangkap mangsa, sedangkan gajah menggunakan infrasonik untuk komunikasi jarak jauh yang sangat penting untuk reproduksi, pemanfaatan sumber daya, dan penghindaran pemangsa. Studi tentang penggunaan suara oleh hewan telah difokuskan pada mamalia tingkat tinggi seperti primata dan gajah.
Penelitian Mengenai Hewan Pendeteksi Gempa dan Tsunami
Hewan Pendeteksi Suara Abiotik Prekursor Gempa
Gajah dapat mendeteksi badai petir dan menggunakan infrasonik yang telah dipelajari secara luas. Menurut Kelley dan Garstang, tekanan akustik yang dihasilkan oleh badai pada jarak 10 km dari penerima setidaknya 6 × 10 −3 Pa.
Walaupun manusia hanya dapat mendengar suara pada ambang pendengaran 2 × 10 −5 Pa pada frekuensi 1 kHz, gajah dan sebagian besar hewan lainnya dapat mendengar suara yang jauh lebih rendah dari 2 × 10 −5 Pa pada jarak yang jauh lebih jauh. Oleh karena itu, hewan dapat mendeteksi suara abiotik yang dihasilkan oleh bencana alam seperti badai dan gempa bumi, dan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk peringatan dini bencana alam.
Perekaman Pola Pergerakan Hewan yang Abnormal
Martin Wikelski melakukan studi dengan menggunakan biologging, yaitu perekaman pola pergerakan hewan yang berbeda seperti sapi, domba, dan anjing, di Marches, sebuah peternakan pada wilayah rawan gempa di Italia tengah. Masing-masing hewan dipasangi kalung dengan chip yang mengirim data gerakan ke komputer pusat setiap beberapa menit antara Oktober 2016 sampai April 2017.
Selama periode ini, lebih dari 18.000 gempa terjadi di wilayah tersebut, mulai dari tremor ringan dengan kekuatan M 0,4 hingga gempa besar dengan kekuatan M 4 ke atas, termasuk gempa Norcia dengan kekuatan M 6,6.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hewan-hewan di peternakan ini mulai berubah perilakunya hingga 20 jam sebelum gempa terjadi. Para ilmuwan memprediksi gempa dengan kekuatan lebih dari M 4,0 terjadi setiap kali hewan yang dimonitor secara kolektif menunjukkan aktivitas lebih dari 45 menit tanpa henti dengan persentase 50% lebih tinggi dari biasanya. Menurut Wikelski, semakin dekat hewan-hewan tersebut dengan pusat gempa yang akan terjadi, maka semakin cepat mereka menunjukkan perubahan perilaku.
Rachel Grant, seorang ahli ekologi perilaku, melakukan penelitian di Taman Nasional Yanachaga, Andes Peru, selama periode gempa bumi Contamana pada tahun 2011. Grant menggunakan kamera yang dipicu gerakan untuk memantau pola pergerakan hewan. Menurut hasil penelitian, terlihat bahwa jumlah hewan yang terdeteksi oleh kamera mulai menurun sekitar 23 hari sebelum gempa terjadi, dan semakin cepat menurun hingga delapan hari sebelum gempa terjadi
Pada hari-hari sebelum gempa, termasuk pada hari gempa, tidak ada pergerakan hewan yang terekam kamera, yang dianggap sangat tidak biasa. Grant juga menemukan bukti tentang apa yang mungkin memicu perubahan perilaku hewan, yaitu serangkaian gangguan kuat dalam muatan listrik atmosfer lokal setiap dua hingga empat menit sekali, dimulai dua minggu sebelum gempa terjadi. Fluktuasi yang sangat besar tercatat sekitar delapan hari sebelum gempa bumi Contamana, yang bertepatan dengan dimulainya tahap kedua hewan-hewan menghilang dari pandangan.
Mekanisme Sensor Ular dan Deteksi Perubahan Lingkungan
Pemerintah China di Nanning, telah memulai sistem peringatan gempa yang lebih akurat dengan memantau perilaku binatang secara dekat, terutama ular yang hidup di wilayah yang rawan gempa. Ular memiliki mekanisme sensor yang kuat dan mampu mendeteksi perubahan lingkungan yang kecil sekalipun. Pada tahun 1975, pemerintah China berhasil menyelamatkan ribuan nyawa dengan mengevakuasi Kota Haicheng tepat sebelum gempa besar terjadi, berkat kemampuan ular dan binatang lain yang mendeteksi perubahan tiba-tiba.
Menurut Jiang Weisong, Direktur Biro Gempa Bumi di Nanning, China, ular mungkin menjadi hewan yang paling sensitif terhadap gempa bumi dan bahkan keluar dari sarang mereka saat gempa bumi akan terjadi, bahkan di musim dingin. Selain gempa bumi, burung juga dapat mendeteksi bencana alam lain yang akan terjadi, menurut penelitian para ilmuwan
Migrasi Evakuasi Burung Bersayap Emas
Pada tahun 2014, para ilmuwan yang memantau burung bersayap emas di AS mengamati migrasi evakuasi yang mengejutkan. Kawanan burung tersebut meninggalkan tempat berkembang biak mereka di Pegunungan Cumberland di Tennessee dan terbang jauh hingga 700km, padahal baru saja melakukan migrasi sejauh 5.000km dari Amerika Selatan. Tidak lama setelah kepergian burung-burung itu, lebih dari 80 tornado mengerikan melanda daerah tersebut, menewaskan 35 orang dan menyebabkan kerusakan senilai lebih dari USD$ 1 juta.
Para ilmuwan menduga bahwa burung-burung tersebut dapat merasakan angin puting beliung yang akan datang dari jarak lebih dari 400km, mungkin melalui suara infrasonik. Ahli meteorologi dan fisikawan telah mengetahui bahwa badai tornado menghasilkan suara infrasonik yang dapat merambat ribuan kilometer dari badai itu sendiri. Suara infrasonik dari badai besar dapat didengar oleh burung dalam frekuensi yang sangat biasa.
Burung Migran Menghindar dari Badai di Lautan yang Luas
Studi Kivi Kuaka di Samudra Pasifik sedang menguji gagasan bahwa variasi dalam suara infrasonik dapat membantu kawanan burung yang sedang bermigrasi menghindari badai yang melintasi lautan yang luas. Studi ini terinspirasi oleh program radio tentang burung godwit ekor-batang, yang bermigrasi sejauh 14 ribu kilometer dari Selandia Baru ke Alaska setiap tahunnya.
Beberapa badai kencang sering muncul di Pasifik dan dapat membahayakan perjalanan burung migran ini. Studi ini dilakukan oleh Jerome Chardon, seorang ahli penyelamatan dengan pengalaman di Asia Tenggara dan Prancis Polinesia, yang mempertanyakan bagaimana burung godwit ekor-batang dapat melakukan perjalanan tahunan mereka dengan aman.
Penutup
Meskipun hewan sebagai deteksi awal, tidak semua hewan dapat merasakan perubahan lingkungan yang terjadi sebelum terjadinya gempa bumi atau tsunami. Selain itu, hewan juga memiliki batas waktu yang terbatas untuk melarikan diri sebelum terjadinya bencana alam. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang dapat membantu manusia dan hewan untuk menghindari bencana alam yang berbahaya.
Referensi :
- Animal behavior in earthquake and tsunami prediction, International Journal of Environmental Research and Public Health
- Animal behavior and natural disasters, Current Zoology
- Animal behavior preceding earthquakes: a survey, International Journal of Geosciences
- https://www.bbc.com/future/article/20220211-the-animals-that-predict-disasters
- Garstang, M.; Kelley, M.C. Understanding Animal Detection of Precursor Earthquake Sounds. Animals 2017, 7, 66. https://doi.org/10.3390/ani7090066