disaster insights

Strategi Mengelola Konflik Kepentingan Pada Sistem Manajemen Logistik Peralatan Bencana

Pengertian Konflik Kepentingan Pada Sistem Manajemen Logistik Bencana

        Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh dan Nias pada tahun 2004 menjadi pelajaran berharga dalam bidang pengetahuan bencana dan mengubah cara pandang dalam manajemen penanggulangan bencana dari respons darurat menjadi pencegahan dan pengurangan risiko bencana (PRB). Sebagai lembaga yang diberi amanat sesuai dengan UU No 24/2007, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berfokus pada PRB guna meningkatkan ketahanan bencana melalui berbagai panduan dan mekanisme dalam tata kelola penanggulangan bencana, salah satunya adalah pengembangan Sistem Manajemen Logistik Peralatan (Peraturan BNPB No 4 Tahun 2018). 

Konflik kepentingan

        Sistem Manajemen Logistik dan Peralatan adalah panduan pengelolaan logistik dan peralatan meliputi perencanaan, pengadaan, pergudangan, pendistribusian, dan penghapusan guna mencapai tujuan dan sasaran secara efektif dan efisien, yang dikenal dengan istilah sismanlogpal

        Sismanlogpal menjadi instrumen penting dalam penanggulangan bencana karena sektor ini memengaruhi 80% keberhasilan upaya penanggulangan bencana di semua tahap, mulai dari pra-bencana, pada saat terjadi bencana, hingga pasca-bencana. Selain itu, logistik dan peralatan juga menjadi simpul paling krusial dalam penanggulangan bencana yang selalu menjadi sorotan media dalam hal kecukupan logistik bagi para warga terdampak dan ketersediaan peralatan yang memadai dalam penanganan saat terjadi bencana.

        Direktorat Pengelolaan Logistik dan Peralatan dan Direktorat Oprimasi Jaringan dan Kemitraan Kedeputian Logistik Peralatan BNPB bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem manajemen logistik peralatan. Namun, pelaksanaan sistem ini masih menghadapi kendala, dan salah satu yang paling urgent adalah masalah konflik kepentingan. Untuk mengatasi hal ini, sistem manajemen logistik peralatan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip 7T, yaitu tepat jenis bantuan barang, tepat kuantitas, tepat kualitas, tepat sasaran, tepat waktu, tepat pelaporan, dan tepat biaya.

        Konflik kepentingan adalah situasi dimana pejabat atau pegawai memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan, kebijakan, atau tindakannya. Kepentingan pribadi ini dapat berupa keinginan atau kebutuhan yang bersifat pribadi, yang muncul karena adanya hubungan afiliasi atau balas jasa serta pengaruh dari pihak lain

        Peraturan BNPB Nomor 5 tahun 2020 mengenai penanganan konflik kepentingan,  telah diterbitkan oleh BNPB untuk meningkatkan good governance dan memastikan kinerja pegawai BNPB yang lebih baik. Peraturan ini bertujuan untuk menyatukan pemahaman tentang konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi kinerja baik vertikal maupun horizontal di lingkungan kerja. Namun, seperti pada umumnya aturan, regulasi, panduan apapun yang telah dibuat atau disepakati belum tentu dapat dilaksanakan secara patuh dan tegak lurus sebab banyak kondisi dan karaktek manusia sebagai pelaksana aturan memiliki potensi melanggar aturan/regulasi. Tak dapat dipungkiri bahwa pameo “aturan dibuat untuk dilanggar” sadar atau tidak sadar, masih menjadi kebiasaan buruk, tidak terkecuali dalam tatakerja birokrasi.

Identifikasi Potensi Konflik Kepentingan Sismanlogpal Bencana

        Konflik kepentingan merupakan potensi yang dapat terjadi dalam semua fase penanggulangan bencana, termasuk perencanaan, pengadaan, pergudangan, pendistribusian, dan penghapusan logistik dan peralatan bencana. Beberapa indikasi telah terjadi Konflik kepentingan pada sistem manajemen logistik peralatan bencana adalah :

1. Sorotan Media

        Masih seringnya sorotan media terhadap logistik dan peralatan penanggulangan bencana. Contohnya, kasus bantuan logistik yang hampir kadaluarsa dan kasus pengadaan alat tes dalam penanganan COVID-19 di mana Majalah Tempo pada edisi 13 Maret 2020 menjadikan isu utama tentang pengadaan darurat yang menyoroti puluhan rumah sakit yang mengembalikan ratusan ribu alat tes COVID-19 dari BNPB. BPKP menemukan selisih ribuan reagen dan alat tes antara pencatatan dan distribusi senilai hampir 40 M rupiah. Tempo mengulas kedekatan pimpinan BNPB dengan sejumlah rekanan.

        ICW menyatakan potensi kerugian negara mencapai 170 M rupiah untuk pengadaan alat tes ini hingga Desember 2020.  Dalam akun media sosialnya ICW  mengungkap praktek konflik kepentingan serta upaya menyembunyikan data dalam penanganan COVID-19 ini. Meski hingga saat ini tidak ada tindakan hukum, namun mutasi dilakukan di lingkungan BNPB yang berimbas pada pergeseran pejabat Kedeputian Logistik dan Peralatan serta Kedeputian Penanganan Darurat, sebab masalah tersebut berada dalam tugas pokok dan fungsi kedua kedeputian tersebut

2. Gap Pemberian Bantuan Logistik Peralatan Bencana

        Berdasarkan data dari Direktorat Logistik Peralatan, terdapat ketimpangan dalam pemberian bantuan logistik peralatan antara wilayah Indonesia Barat dengan wilayah Indonesia Timur, dengan persentase masing-masing sebesar 64% dan 35%. Dalam kurun waktu 2009-2022, tercatat sebanyak 64.739 peralatan untuk kesiapsiagaan bencana didistribusikan, dimana wilayah Sumatera (29%) dan Jawa (25%) menjadi wilayah penerima bantuan tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Data tersebut hanya mencakup peralatan dan belum termasuk bantuan logistik lainnya. 

        Kondisi ini berdampak pada penanggulangan bencana di wilayah Indonesia Timur, yang harus mengandalkan kemampuan daerah sendiri. Sebagai contoh, ketika terjadi bencana di Sulawesi Tengah (Palu), penanganannya menjadi lebih lama karena ketersediaan peralatan harus diendorse dari daerah lain di sekitar Sulawesi Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya distribusi peralatan dan bantuan logistik yang merata di seluruh wilayah Indonesia untuk mempercepat penanganan bencana

Pemetaan Potensi Konflik Kepentingan Sismanlogpal

       Potensi konflik kepentingan pada sismanlogpal BNPB secara lebih detail dapat diuraikan pada tabel berikut :
peta potensi konflik kepentingan

        Mencermati tabel pemetaan masalah konflik kepentingan dalam sismanlogpal di atas, sumber dari konflik kepentingan yaitu, penyalahgunaan wewenang, hubungan afiliasi dan yang terutama adalah kelemahan sistem organisasi. Kelemahan sistem organisasi salah satunya adalah belum linearnya data perencanaan, pengadaan, pergudangan, distribusi dan penghapusan termasuk saat penanganan darurat bencana. 

        Jika data liner maka dapat meminimalisir potensi konflik kepentingan sebab staf yang bertugas dapat memiliki argumentasi untuk mempertahankan integritasnya dengan data yang dimiliki. Selain itu jelas sekali bahwa proses bisnis/SOP antar unit belum terintegrasi sehingga potensi penyalahgunaan wewenang dan afiliasi ini terbuka lebar sebab antara satu fase dengan fase yang lain sebagai satu sistem berkelanjutan belum mencapai titik kesepahaman mekanisme yang mengikat satu sama lain untuk menghindari praktik-praktik konflik kepentingan.

Strategi Mengelola Konflik Kepentingan Sismanlogpal

        Strategi mengelola konflik kepentingan pada manajemen logistik peralatan bencana memiliki peran penting dalam memastikan pelaksanaan sistem manajemen logistik peralatan yang efektif dan efisien. Beberapa strategi yang dapat diterapkan dalam mengelola konflik kepentingan dalam manajemen logistik peralatan bencana antara lain:

  1. Menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan logistik peralatan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan mempublikasikan informasi mengenai jenis, jumlah, dan kualitas logistik peralatan yang diterima dan didistribusikan, serta mengungkapkan siapa yang bertanggung jawab atas proses pengadaan dan distribusi logistik peralatan tersebut.
  2. Membentuk tim independen atau regulator yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan sistem manajemen logistik peralatan bencana. Tim ini harus terdiri dari ahli yang independen dan memiliki integritas tinggi, sehingga dapat memberikan rekomendasi dan saran yang objektif dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pihak tertentu.
  3. Menerapkan sistem pengendalian internal yang ketat dalam proses pengadaan dan distribusi logistik peralatan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan standar operasional prosedur (SOP) yang jelas dan terukur, serta melakukan audit internal secara berkala untuk memastikan bahwa proses pengadaan dan distribusi logistik peralatan berjalan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
  4. Menjalin kerja sama dan kemitraan dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan maupun dalam audit distribusi logistik peralatan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun hubungan yang baik dengan pemasok, mitra, dan lembaga donor, serta melakukan koordinasi yang efektif dengan stakeholder terkait dalam proses pengadaan dan distribusi logistik peralatan.
  5. Menerapkan sistem pelaporan yang transparan dan akuntabel dalam proses pengadaan dan distribusi logistik peralatan bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa semua informasi yang terkait dengan proses pengadaan dan distribusi logistik peralatan tersedia untuk publik, dan melakukan pelaporan secara teratur dan transparan mengenai hasil pelaksanaan sistem manajemen logistik peralatan.

Peran Pemimpin dalam Mengelola Konflik Kepentingan

1. Pemimpin sebagai "Role Model"

        Pemimpin dalam konteks penanganan bencana memiliki peran yang sangat penting dalam mengelola logistik dan peralatan yang dibutuhkan dalam setiap tahap penanganan bencana. Sebagai role model bagi staf, pemimpin harus membangun karakter berintegritas dalam proses kerja rutin dan mengelola logistik serta peralatan bencana, mulai dari perencanaan hingga penghapusan yang bijak.

        Dalam hal ini, pemimpin harus mampu memberikan contoh yang baik dan tidak melakukan hal-hal yang menyimpang agar staf merasa respek dan tidak menyalahgunakan wewenang. Sikap profesionalisme dan integritas pemimpin juga akan berdampak pada pengambilan keputusan yang tepat dan solutif dalam mengorkestrasi tugas dan fungsi pokok yang akan dipatuhi staff sebagai pengelola logistik dan peralatan bencana

2. Pemimpin sebagai Penjamin Akuntabilitas Aset

        Pemimpin yang baik harus memiliki komitmen untuk menjamin akuntabilitas aset instansi dan kinerja tim yang dipimpinnya. Oleh karena itu, kepentingan atas linearitas data pada semua fase dalam manajemen logistik dan peralatan bencana menjadi kebutuhan utama. Kepentingan pribadi untuk mengambil keuntungan dapat muncul pada semua level jabatan dalam semua fase, sehingga kesempatan untuk penyalahgunaan wewenang harus diminimalisir dengan menjaga linearitas data dan proses bisnis yang terintegrasi. Linearitas data dan proses bisnis merupakan bagian dari upaya untuk mereformasi kelemahan sistem organisasi yang dapat menjadi sumber utama konflik kepentingan

3. Energi Kepemimpinan : Mindful Leadership

        Energi kepemimpinan dalam memotivasi dan memberikan kesadaran tentang implementasi prinsip 7 T sismanlogpal sangat penting untuk memastikan efektivitas aplikasi sismanlogpal dalam menghadapi bencana. Salah satu teknik energi kepemimpinan yang dapat digunakan dalam proses ini adalah mindful leadership, di mana seorang pemimpin harus mampu mengendalikan respons terhadap input sehingga output yang dihasilkan sesuai dengan tujuan. Melalui penggunaan teknik ini, seorang pemimpin dapat mempengaruhi stafnya untuk meningkatkan kreativitas dan mengelola emosi dengan baik, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dan menghilangkan stres akibat beban kerja. Oleh karena itu, dalam mewujudkan layanan logistik peralatan bencana melalui sismanlogpal, pemimpin harus berhati-hati dan memperhatikan penggunaan teknik energi kepemimpinan yang tepat.

4. Pemimpin sebagai Pilar Penegak Membangun Budaya Integritas

        Sebagai pilar dalam membangun budaya integritas, pemimpin harus memastikan bahwa integritas bukan hanya menjadi slogan dalam aturan, tetapi juga menjadi budaya kerja yang diterapkan dalam semua level organisasi. Terlebih lagi, dalam misi kemanusiaan sebagai komando, koordinasi, dan pelaksana dalam penanggulangan bencana, tujuan institusi BNPB harus didahulukan di atas kepentingan afiliasi individu atau kelompok. Dalam hal ini, pemimpin harus memastikan bahwa nilai-nilai ini diimplementasikan dengan baik, sehingga tujuan kemanusiaan yang mulia dapat dicapai dengan efektif dan efisien

        Demikian strategi mengelola konflik kepntingan pada sistem manajemen logistik dan peralatan, semoga catatan ini bisa menjadi bahan pengambilan kebijakan khususnya dalam manajemen penanggulangan bencana.

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم