Penguatan optimasi jaringan dan kemitraan melalui koordinasi, singkronisasi, simultansi, dan integrasi aksi khususnya dalam hal manajemen logistik dan peralatan baik pada situasi normal sebagai tindakan preventif dan rekonstruksi serta dalam situasi darurat sebagai tindakan tanggap darurat menjadi kunci pegelolaan bencana yang professional dan terarah. Sebab dalam menghadapi bencana, dibutuhkan pendekatan yang terpadu dalam pengelolaan bencana yang melibatkan berbagai sektor dan pihak. Pendekatan ini mencakup penanganan bencana secara holistik, terintegrasi, dan multidisiplin yang melibatkan berbagai sub-sektor dan lintas sektor
Artikel Pokok Pikiran Optimasi Jaringan dan Kemitraan Logistik Peralatan BNPB, membahas tuntas mengenai apa dan bagaimana seharusnya optimasi jaringan logistik peralatan di BNPB, untuk memberikan pencerahan mengenai strategi optimasi jaringan kemitraaan logistik dan peralatan yang cepat tepat dalam upaya penanggulangan bencana.
Selamat Membaca, semoga bermanfaat ..
Defenisi Optimasi Jaringan dan Kemitraan
Rao (2009 : 1) optimasi dapat didefinisikan sebagai proses untuk menemukan kondisi yang memberikan nilai maksimum dan minimum dari suatu fungsi. Optimasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan mempertimbangkan kendala yang ada. Tujuan dari optimasi adalah mencapai hasil yang optimal atau efektif dalam situasi yang diberikan. Optimasi dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan hal-hal yang sudah ada, seperti juga dengan merancang dan membuat sesuatu secara optimal.
Optimasi adalah suatu proses untuk mencari kondisi yang menghasilkan nilai minimum atau maksimum dari sebuah fungsi, dengan meminimalkan usaha (effort) yang diperlukan atau memaksimumkan manfaat (benefit) yang diinginkan. Dalam aktivitas optimasi, tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan hasil terbaik dalam situasi yang diberikan. Variabel keputusan digunakan untuk menggambarkan usaha yang diperlukan atau manfaat yang diinginkan dari suatu proses optimasi.
Dengan demikian, maka Optimasi adalah sebagai aktivitas untuk mendapatkan nilai minimum suatu fungsi karena untuk mendapatkan nilai maksimum suatu fungsi dapat dilakukan dengan mencari minimum dari negatif fungsi yang sama.
Kemitraan adalah sebuah bentuk kerja sama yang formal antara individu, kelompok, atau organisasi yang bertujuan untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Kemitraan juga merupakan suatu upaya kolaboratif yang melibatkan aktor dari berbagai sektor, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, yang bekerja secara terus-menerus untuk mencapai tujuan bersama dengan mengedepankan komitmen dan kesepakatan bersama.
Optimasi jaringan dan kemitraan dalam penanggulangan bencana adalah upaya mensinergikan sumberdaya pentahelix (ABCGM: Academician, Business, Community, Government and Media) untuk bekerjasama secara simultan, terintegrasi dalam upaya penanggulangan bencana serta pengurangan resiko bencana, berdasarkan prinsip kesamaan visi misi, saling percaya, kesetaraan dalam komitmen yang kuat, efektifitas dan efisiensi sumber daya serta serta Simultansi dan integrasi aksi.
Tujuan, Sasaran, Tugas dan Fungsi Optimasi Jaringan dan Kemitraan Logistik Peralatan BNPB
Tujuan Optimasi Jaringan dan Kemitraan
- Meningkatkan koordinasi, sinergitas singkronisasi, simultansi dan integrasi unsur pentahelix dalam manajemen logistik peralatan sebagai upaya akselerasi penanggulangan bencana.
- Menumbuhkan sikap cepat tanggap kepedulian unsur pentahelix yang efektif dan berkelanjutan terhadap kejadian bencana yang massif di Indonesia.
- Meningkatkan efisiensi sumber daya unsur pentahelix dalam upaya pengurangan resiko bencana.
Sasaran Optimasi Jaringan dan Kemitraan
Sasaran optimasi jaringan dan kemitraan dalam upaya penanggulangan bencana adalah pemberdayaan potensi unsur pentahelix (ABCGM: Academician, Business, Community, Government and Media) yang dibagi atas 3 kelompok yaitu :1. Internal
2. Eksternal :
- K/L : (seluruh anggota kluster nasional : Kemenko PMK, kemensos, Kemendikbud, Kemenkes, kementan KemenPU, Keminfo, Basarnas, KemenKUKM, Kemendagri, KemenPAN RB, TNI/POLRI)
- Dunia Usaha dan BUMN
- ALFI (3812 perusahaan, 29 DPW)
- ASDEKI (92 perusahaan, 7 DPW)
- APTRINDO (1,954 perusahaan, 13 DPD)
- Pos Indonesia (4600 Kantor Pos)
- BGR (26 Kantor Cabang, lebih dari 900.000 Sqm Gudang)
- BULOG (menguasai jaringan distribusi dan pergudangan nasional)
- Angkasa Pura I dan II (menguasai bandara Indonesia)
- Pelindo I sd IV (menguasai 103 pelabuhan besar di Indonesia)
- GARUDA serta maskapai lain yang memiliki cargo, DAMRI, dan ASDP.
- LSM : HFI, Wahana Visi Indonesia, ACT, Baznas, STC, Ibu Foundation, LKI, Dompet Dhuafa, MRI, PMI
- Media : seluruh stasiun TV dan media online/offline
- Akademisi dan Lembaga penelitian : BPPT, BMKG. LAPAN. Dan seluruh Universitas di Indonesia
3. Luar negeri
- UN Agency : UNHCR, UNOCHA, UNICEF
- ASEAN Agency : AHA Center
- NGO seperti WFP, IOM, IFRC, OXFAM, Handicap, ISLAMIC RELIEF USA, CATHOLIC RELIEF SERVICES, INTERNATIONAL MEDICAL CORPS, GLOBALGIVING, DOCTORS WITHOUT BORDERS (MÉDECINS SANS FRONTIÈRES), JICA, KUN Internasional, ACTED (Agency for Technical Cooperation and Development), Action Contre la Faim (ACF), Americares, Care International, Caritas Czech Republic (CCR), Caritas Switzerland, Church World Service (CWS), Help E.V. (Hilfe sur Selbsthilfe e.v.), Hilfswerk Austria (HWA), International Medical Corps (IMC), Joint Together Society, Lutheran World Relief (LWR) , The Mentor Initiative ;dan
- Lembaga Non Pemerintah lain yang teregistrasi di Kementrian Luar Negeri
Catatan :
- Ada banyak NGO Internasional beroperasi di Indonesia dan turut memberikan bantuan pada saat tanggap darurat namun secara resmi tak ada umbrella agreement atau MSP (Memo saling pengertian) yang di persyaratkan oleh Kemenlu untuk dijadikan mitra kerja dalam jangka panjang sebab bantuan yang diberikan hanya pada saat status darurat bencana saja . dalam penanganan bencana di Indonesia tercatat hanya kemensos, kemenkes dan kemenko PMK yang memiliki MOU/MSP dengan NGO Internasional secara permanen dan berkelanjutan. Hal ini menjadi peluang perluasan jaringan direktorat optimasi jaringan dan kemitraan.
- Ahli dari Geoscience Australia dan lembaga manajemen teknis dan penanggulangan bencana Indonesia, Universitas, LSM, dan sektor swasta membentuk kemitraan untuk meningkatkan kemampuan Indonesia dalam mengatasi bencana alam dan memperkenalkan praktik terbaik. Kemitraan ini telah menciptakan solusi praktis, diantaranya:
- InaSAFE, sebuah alat penilaian dampak bencana yang menyajikan data terkini pada gempa bumi, gunung berapi dan banjir dan memberikan kemampuan untuk mengambil keputusan yang menyelamatkan jiwa berdasarkan hasil penelitian.
- Peta Bahaya Tsunami Nasional, mendukung investasi jutaan dolar dalam kegiatan mitigasi tsunami. Metode ini memberikan keputusan di sekitar lokasi dan desain infrastruktur penting termasuk bandara, pembangkit listrik, dan pelabuhan.
- Peta Bahaya Gempa Bumi Nasional, yang membantu menginformasikan revisi terhadap standar bangunan. Ini mengarah ke komunitas yang lebih aman melalui infrastruktur yang lebih baik.
- Kemampuan pertama Indonesia untuk meramal abu vulkanik yang tersebar saat gunung meletus, yang dapat digunakan untuk mengelola gunung-gunung berapi aktif seperti Gn. Sinabung dan Gn. Agung.
Sayangnya hingga saat ini kemitraan ini tidak bersifat permanen atau terikat dalam MSP dengan BNPB terlebih lagi dalam hal mobilisasi logistik peralatan secara jangka panjang
Tugas Optimasi Jaringan dan Kemitraan Logistik Peralatan BNPB
Melaksanakan koordinasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan teknis, komando dalam pengelolaan dan optimasi jaringan logistik peralatan melalui kemitraan pemerintah, lembaga usaha, masyarakat, dan layanan distribusi dan pemberdayaan pengendalian, pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan di bidang optimasi jaringan logistik peralatanFungsi Optimasi Jaringan dan Kemitraan Logistik Peralatan BNPB
Fungsi kelembagaan direktorat optimasi jaringan dan kemitraan logistik peralatan BNPB antara lain adalah:a. Penyiapan koordinasi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang optimasi jaringan logistik peralatan;
Fungsi ini dilakukan melalui :- kajian kebijakan BNPB
- menganalisis dampak kebijakan dan membuat rekomendasi perbaikan kebijakan
- penyusunan draft kebijakan baru sebagai pelengkap/ perbaikan atas kebijakan
- memastikan adanya sinkronisasi kebijakan dengan K/L lain dan memiliki payung hukum yang jelas, jika terdapat absennya payung hukum maka menginisiasi penyusunan draft payung hukum.
- selama penyusunan dan pelaksanaan kebijakan teknis, direktorat optimasi jaringan melakukan koordinasi baik internal maupun eksternal BNPB
- Mengajukan draft perbaikan kebijakan dan atau kebijakan baru kepada atasan di BNPB
b. Penyiapan koordinasi penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang optimasi jaringan logistik peralatan;
Fungsi ini dilakukan melalui :- Kajian norma, standar, prosedur dan kriteria yang tersedia
- Menganalisis dampak norma, standar, prosedur dan kriteria yang tersedia dan membuat rekomendasi perbaikan
- Penyusunan draft norma, standar, prosedur dan kriteria baru sebagai pelengkap/ perbaikan atas kebijakan yang selama ini dilakukan
- Memastikan adanya sinkronisasi norma, standar, prosedur dan kriteria dengan direktorat/kedeputian lain dan sesuai dengan PERKA/aturan BNPB
- Selama penyusunan dan pelaksanaan norma, standar, prosedur dan kriteria, direktorat optimasi jaringan melakukan koordinasi baik internal maupun eksternal BNPB
- Mengajukan draft norma, standar, prosedur dan kriteria perbaikan/baru kepada atasan di BNPB
c. Penyiapan pelaksanaan kemitraan, distribusi dan pengendalian;
Fungsi ini dilakukan melalui :- Pemetaan jaringan dan ketersediaan sumber daya logistik peralatan lengkap dengan matriks rencana kerja baik dalam situasi normal maupun tanggap darurat.
- Penyusunan draft Perencanaan dan pelaksanaan kemitraan, distribusi dan pengendalian dalam situasi normal maupun tanggap darurat
- Pelaksanaan kemitraan, distribusi dan pengendalian dalam situasi normal maupun tanggap darurat
- Memastikan adanya penguatan kemitraan dalam persiapan serta pelaksanaan manajemen logistik peralatan baik dalam situasi normal dan tanggap darurat
- Memastikan adanya sinergitas dan simultansi serta integrasi aksi dalam distribusi logistik peralatan dalam situasi darurat.
- Memastikan pengendalian manajemen logistik peralatan berjalan efektif dan efisien
- Membentuk simpul simpul jaringan penyedia logistik peralatan di tingkat daerah dan nasional (aktivasi/inisiasi KKLP dan simpul kemitraan baru)
d. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang logistik peralatan
Fungsi ini dilakukan melalui :- Penyusunan perencanaan pemantauan, evaluasi dan tehnis pelaporan
- Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan
- memastikan pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang efektif dan akuntabel
- Melakukan kajian secara cermat, tepat dan akuntabel mengenai kebijakan, aturan, norma, standar, prosedur yang ada dan yang perlu dibenahi terkait optimasi jaringan logpal ( masalah, dampak, dan alternative kebijakan baru yang lebih efektif dan efisien)
- Menjalin hubungan, mengorganisir dan memobilisir sumber daya unsur pentahelix dalam penanganan bencana.
- Mediasi unsur pentahelix dalam membuka akses ke sumber daya logistik peralatan dalam penyelenggaraan penanganan bencana
- Membantu meningkatkan sustainabilitas dan ekuitabilitas ketersediaan serta pemanfaatan logistik peralatan pada lokasi lokasi bencana.
- Bekerjasama dengan lembaga politis dan pengambil keputusan tingkat lokal, nasional dan internasional dalam hal percepatan penanganan bencana
- Memudahkan akses ke sumber informasi bencana dan penanganannya dalam situasi normal dan dalam situasi darurat.
- Meningkatkan kohesi sosial unsur pentahelix untuk merangsang pertumbuhan sikap dan tindak kolektif kooperatif dalam penanganan bencana.
- Membentuk simpul simpul mitra jaringan penyedia logistik peralatan di tingkat daerah dan nasional.
- Membangun database penyedia logistik peralatan yang potensial memberikan kontribusi aktif saat bencana terjadi.
Prinsip Optimasi Jaringan dan Kemitraan BNPB
- Kesamaan visi-misi sebagai motivasi dan perekat kemitraan dalam penanganan bencana
- Kepercayaan (trust) dan Kesetaraan dalam bermitra dan berkoordinasi.
- Komitmen kuat terhadap kesepakatan-kesepakatan yang dibuat bersama baik sejak perencanaan hingga evaluasi penanggulangan bencana.
- Efesiensi dan efektifitas dalam penanggulangan serta pengurangan resiko bencana.
- Simultansi dan integrasi aksi dalam penanggulangan bencana
Pola Optimasi Jaringan dan Kemitraan
Kluster
Pendekatan Kluster (Cluster Approach) adalah suatu model koordinasi dengan mengelompokkan para pelaku kemanusiaan berdasarkan gugus kerja untuk memberikan respon darurat yang lebih dapat diperkirakan dengan penetapan ‘pimpinan’ kelompok/cluster. Pimpinan Cluster bersama-sama dengan sektor-sektor Pemerintah membangun koordinasi baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan.
Pendekatan Kluster bertujuan agar bantuan respon darurat dapat dilaksanakan secara lebih terkoordinasi antar pelaku baik dari pemerintah maupun nonpemerintah.
Pendekatan Cluster dilaksanakan pada kejadian bencana berskala besar atau membutuhkan bantuan internasional dalam respon multi-sektor dengan partisipasi luas dari para pelaku kemanusiaan internasional. Praktek kluster termuat dalam Perka BNPB no 22/2010 Tentang Pedoman Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerintah pada saat Tanggap Darurat dan Perka BNPB no 03 Thn 2016 tentang SKPDB serta SK BNPB nomor 173 tahun 2014 Tentang klaster nasional penanggulangan bencana.Kemitraan
Pendekatan kemitraan adalah model jalinan kerjasama dan koordinasi yang dapat dilakukan pada saat pra dan pasca bencana sebagai respon multi-sector secara simultan terintegrasi dalam upaya penanggulangan bencana serta pengurangan resiko bencana. Beberapa aturan mengenai kemitraan ini secara implisit tercantum dalam :- PP Nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
- Perka BNPB Nomor 04 tahun 2018 tentang sistem manajemen logistik peralatan,
- Perka BNPB Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Bantuan Logistik Pada Status Keadaan Darurat Bencana,
- Perka BNPB Nomor 03 Thn 2016 tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana,
Bisnis Development
Pendekatan bisnis development dapat digunakan sebagai pola ikatan kerja sama dengan dunia usaha dan lembaga kemanusiaan lainnya penguatan dalam mendorong akselerasi rantai suplai bantuan (dana, tenaga, logistik peralatan ) dari sumber/produsen melalui warehouse (kepada korban bencana. Hal ini dapat meminimalisir keterbatasan distribusi bantuan logistik peralatan pada masa tanggap darurat. (belum ada Perka mengenai MOU/SOP secara spesifik)Bentuk-bentuk Kemitraan
Kemitraan berdasarkan sifat
- Kemitraan Kerjasama Operasional penanggulangan bencana
- Kemitraan pengadaan logistik peralatan
- Kemitraan dalam pengembangan skill penguasaan peralatan penanggulangan bencana
- Kemitraan distribusi logistik peralatan
Kemitraan berdasarkan Spesifikasi Mitra
- Kemitraaan dengan Pemerintah
- Kemitraaan dengan Dunia Usaha, LSM, Akademisi, dan media
- Kemitraaan dengan badan usaha/Lembaga Luar negeri
Kemitraan berdasarkan Jenis Bantuan
- Kemitraan Bantuan Fisik : Dana. Logistik peralatan bencana
- Kemitraaan Bantuan Non Fisik : Program aksi insidental saat kejadian bencana dan program pelatihan peningkatan kapasitas manajemen logistik peralatan bencana
Proses Menjalin Kemitraan
- Pengajuan dan penerimaan proposal dari lembaga pemerintah / badan usaha/akademisi/media
- Pengajuan dan penerimaan proposal luar negeri
Kebijakan Endorsing
A. Kebijakan Yang Tersedia
- PP Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
- SK KEPALA BNPB Nomor 173 Tahun 2014 Mengenai Kluster Nasional
- PERKA BNPB Nomor 3 Tahun 2016 tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana
- PERKA BNPB Nomor 04 Tahun 2018 Tentang Sistem Manajemen Logistik Peralatan
- PERKA BNPB Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Pedoman Peran serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing non Pemerntah Pada Saat Tanggap Darurat
- Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Tingkat Kabupaten / Kota tahun 2015
B. Kebijakan Yang Perlu dibenahi
Payung Hukum 8 Kluster Penanggulangan Bencana Expired
Keputusan Kepala BNPB Nomor 173 tahun 2014 yang mengatur Klaster Nasional Penanggulangan Bencana secara resmi tidak berlaku lagi karena jangka waktunya telah habis. Dalam Diktum kelima dari SK tersebut, tertulis "hanya" menggunakan anggaran 2014 (BNPB) dan ini menimbulkan perdebatan penafsiran. Hal ini menyebabkan kekosongan pengaturan klaster secara nasional dalam praktiknya.
Pernyataan SK 173/2014 dalam diktum keempat tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Diktum tersebut menyatakan bahwa tugas klaster adalah melaksanakan perencanaan, penyelenggaraan, dan monev selama terjadi bencana atau situasi normal. Namun, terdapat ketidaksesuaian dalam Perka BNPB no 22/2010 yang menyatakan bahwa pendekatan klaster dilaksanakan pada kejadian bencana berskala besar atau memerlukan bantuan internasional.
PP 21/2008 mengatur fungsi dan tugas Posko dalam pasal-pasalnya sebagai berikut:
- Pasal 48 ayat 2 menyatakan bahwa Posko berfungsi untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi penanganan tanggap darurat bencana.
- Pasal 49 ayat 2 menyatakan bahwa tugas Poskolap/Poslap adalah melakukan penanganan tanggap darurat bencana.
- Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa Komandan Posko menyusun rencana operasi dalam melaksanakan penanganan darurat
- Surat Keputusan Kepala BNPB nomor 173 tahun 2014 mengatur delapan klaster, yaitu Kesehatan, Pencarian dan Penyelamatan, Logistik, Pengungsian dan Perlindungan, Pendidikan, Sarana dan Prasarana, Ekonomi, dan Pemulihan Dini/Government. Namun, faktanya tidak semua klaster aktif dan sebagai petugas kebencanaan di lapangan, klaster Pendidikan, Ekonomi, Pemulihan Dini, dan Pencarian/Penyelamatan jarang berkoordinasi.
Missing Kluster WASH (Water and Sanitation Health)
Unsur Pemerintah dan non Pemerintah secara natural berkoordinasi untuk urusan sasaran kegiatan WASH dan pelan-pelan lembaga asing dengan atau tidaknya memperhatikan boleh tidaknya mereka beroperasi, lembaga-lembaga non Pemerintah perwakilan internasional tersebut sadar tidak sadar dirangkul diajak kolaborasi.
Absennya Instrumen Hukum Penguatan Koordinasi Lintas Stakeholder
Kelemahan utama pada koordinasi dan kerjasama ini berasal dari absennya instrumen hukum yang mengharuskan terjalinnya koordinasi lintas lembaga. UU No. 24/2007 sebagai basis hukum penanganan bencana di Indonesia menstimulasikan penanganan bencana secara terpadu dan terkoordinir, namun tidak secara spesifik mencantumkan perlunya koordinasi lintas lembaga/kementerian.
Sehingga dibutuhkan landasan hukum yang memandatkan mekanisme koordinasi dan juga SOP untuk mengkoordinasikan kegiatan kebencanaan. BNPB dapat membantu dengan menuangkan prosedur-prosedur yang telah disetujui dalam SOP dan MOU dengan kementerian/lembaga terkait ke dalam instrumen hukum yang sedang dirancang. Instrumen hukum tersebut harus memandatkan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota untuk membentuk mekanisme koordinasi dan SOP bantuan logistik sesuai prinsip otonomi daerah yang berlaku.
Revisi Juknis Rencana Penanggulangan Bencana Daerah
Existink Masalah Optimasi Jaringan dan Kemitraan Logistik Peralatan Bencana
a. Kejadian bencana masif dan eksponensial frekuensi
b. 5 (lima) Isu Utama
c. Kapasitas penanggulangan bencana di daerah masih rendah.
d. Kurangnya sinergitas dan kesatuan aksi
Selain koordinasi, masyarakat dan aparat pemerintah menyayangkan keterbatasan dukungan transportasi dimana sarana pengangkutan seringkali tidak tersedia dan sulit menjangkau area yang terisolir (kesulitan aksesibilitas).
e. Perlunya singkronisasi kebijakan,
f. Keterbatasan Kapasitas Fasilitas dan Sarana
g. Rendahnnya Pemanfaatan Sumber Daya Milik Masyarakat
Strategi Optimasi Jaringan dan Kemitraan Logistik Peralatan
Optimasi jaringan dan kemitraan dengan menggandeng unsur pentahelix memerlukan strategi yang tepat dalam mengambil keputusan agar diperoleh hasil yang optimum.a. Pemetaan Potensi Pentahelix
- Pemetaan Rencana Aksi menggunakan Matriks Rencana Rantai Pasok Bantuan Logistik peralatan. Matriks Rencana Rantai Pasok bantuan bermanfaat untuk memetakan informasi-informasi menjadi satu tabel besar yang dapat digunakan sebagai: 1) Sarana kesepakatan perencanaan antara pemangku kepentingan (BPBD dan instansi lain / pengganti sementara SOP; 2) Sarana pemantauan alur kerja rantai suplai bantuan logistik hasil kesepakatan; 3) Sarana identifikasi kekurangan perencanaan yang dinilai tidak sesuai / perlu direvisi kembali
- Pemetaan tenaga, kapabilitas dan kapasitas fasilitas dan sarana yang dimiliki oleh unsur pentahelix ke dalam kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana
Pemantapan Koordinasi dan Komando
Singkronisasi Peran
Sinergitas Partisipatif
Monitoring dan Evaluasi (Pengendalian)
Output dan Outcomes
- Sinergitas, singkronisasi, simultansi dan integrasi unsur pentahelix dalam aksi penanganan bencana di lapangan
- Terlaksananya kegiatan koordinasi, singkronisasi dan sinergitas pentahelix mulai dari perencanaan, analisis kebutuhan logistik dan peralatan, sharing knowledge dan skill penggunaan peralatan, efektifitas dan efiseinsi rantai pasokan logpal dalam distribusi serta evaluasi penanganan bencana
Indikator Keberhasilan Strategi Optimasi Jaringan Kemitraan
- Terbentuknya simpul jaringan mitra BNPB di tingkat pusat dan mitra BPBD di 34 Propinsi yang bersifat institusional bukan sementara. Termasuk dalam hal ini aktivasi dan penguatan terhadap Posko Penanganan Darurat Bencana agar lebih sigap dan tanggap dalam menangani status darurat bencana.
- Tersedianya Database Induk penyedia logistik peralatan berdasarkan 2 kategori partisipasi (partisipasi imbalan materi/dana dan mobilisasi spontan tanpa imbalan materi/dana)
- Ketersediaan peraturan, SOP dan kebijakan lainnya yang mendukung terwujudnya penguatan jaringan dan kemitraan pentahelix dalam penanggulangan bencana.
- Terlaksananya kegiatan koordinasi, singkronisasi dan sinergitas pentahelix mulai dari perencanaan, analisis kebutuhan logistik peralatan, sharing knowledge dan skill penggunaan peralatan, serta evaluasi penanganan bencana
Produk Optimasi Jaringan dan Kemitraan
Produk Legislasi
1. Draft Inisiasi Kebijakan BNPB, Norma, Prosedur, SOP, Juklak mengenai :
- Dukungan dan penguatan terlaksananya 3 pola optimasi yakni cluster, kemitraan dan bisnis development.
- Revisi Perbaikan terhadap layanan distribusi logistic peralatan, pengendalian, dan evaluasi manajemen logistik peralatan.
2. MOU/MSP kemitraaan dengan Lembaga Internasional
MOU/MSP ini sangat penting sebagai dasar kerjasama permanen dan berkelanjutan, bukan hanya pada saat tanggap darurat. Sehingga memberikan kesempatan dan peluang bagi lembaga internasional yang antusias mendukung penanggulangan bencana.Selama ini lembaga internasional hanya dapat memberikan bantuan secara luas bila ada pengumuman resmi pemerintah mengenai penerimaan bantuan sehingga membatasi lembaga internasional untuk membantu penanggulangan bencana.
Padahal di kementrian lain seperti Kemensos dan Kemenkes telah memeiliki MOU/MSP dengan lembaga internasional sebagai mitra secara permanen (dlm jangka waktu tertentu) tidak bergantung kepada pengumuman Pemerintah mengenai batasan pemberian bantuan saat bencana. Dapat kita lihat di lokasi lokasi bencana yang tidak termasuk dalam kategori bencana nasional, lembaga internasional tersebut masih dapat memberikan bantuan dan obat-obatan kesehatan, air bersih, trauma healing, dll sebab merupakan mitra mitra dari kementrian lain.
3. MOU kemitraaan dengan Pentahelix (ABCGM).
MOU ini dapat dijadikan dasar sertifikasi bagi unsur pentahelix yang aktif mendukung dalam aksi aksi penanggulangan bencana yang dapat ditindaklanjuti. MOU ini adalah pengikat kerjasama berkelanjutan bagi BNPB dan salah satu atau dua unsur pentahelix untuk bersinergi dalam suplay dan distribusi serta peningkatan kapasitas manajemen logpal.MOU kemitraan umumnya bersifat kerjasama non profit. Kemitraan yang berprinsip pada kerjasama aksi kemanusiaan tanpa imbalan.
4. MOU Bisnis Development dengan Dunia Usaha
MOU Bisnis Development adaalah MOU anatra BNPB dan salah satu atau dua unsur pentahelix sebagai bentuk kerjasama bisnis yang berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu untuk mendukung manajemen logistic peralatan dalam situasi bencana. MOU bisa saja ini hadir atas kebutuhan dari kelanjutan MOU kemitraan bagi dunia usaha. Dimana setelah bermitra dalam bebrbagai aksi penanggulangan bencana, maka lembaga usaha yang ingin menjadi rekanan/penyedia logistic peralatan dapat dijadikan prioritas.Misalnya Sebuah perusahaan XYZ memberikan CSR berupa peralatan dalam 2-3 kejadian bencana. Peralatan yang diberikan itu lolos uji standar peralatan BNPB serta lolos uji pakai efektifitas di lokasi bencana, maka perusahaan XYZ jika berkeinginan menjadi rekanan dapat menjadi salah satu mitra bisnis melalui MOU bisnis development ini.
Semua MOU ini tentu saja merupakan salah satu bagian irisan pekerjaan atau berbagi peran dengan direktorat lain/kedeputian lain. Tugas Direktorat Optimasi adalah memastikan adanya mitra, menyiapkan konsideran serta mekanisme kerjasama dan menuangkannya dalam bentuk draft kerjasama. Misalnya untuk persiapan dan eksekusi MOU Bisnis Development perlu berkoordinasi dengan Direktorat Pengelolaan Logistik Peralatan khususnya subdit Perencanaan dan Pengadaan logistik peralatan.
Produk Dalam Bentuk Kegiatan / Aksi
- Rapat Koordinasi internal BNPB dan BPBD
- Rapat Koordinasi dengan K/L lain dan ABCGM (Pentahelix) termasuk di dalamnya rapat kordinasi dengan pemangku kebijakan politis dan territorial daerah.
- Pelatihan dan peningkatan Kapasitas Manajemen Logistik Peralatan Penanggulangan Bencana bersama Pentahelix (disesuaikan dengan MOU Kemitraan)
- Distribusi koordinatif, integratif dan sinergis dengan Pentahelix dalam suplai logistic peralatan saat bencana
- Kegiatan pengendalian dan evaluasi manajemen logistik peralatan Penanggulangan Bencana
Produk Bantuan Non Tunai
Pengertian Bantuan Non Tunai
Bantuan Non Tunai adalah semua bentuk bantuan : berbasis tunai, kupon/voucher atau logistik serta peralatan sebagai dukungan sebelum, selama atau setelah bencana. BNT dapat merujuk kepada "pemrograman transfer tunai", "intervensi berbasis uang tunai", "uang tunai dalam keadaan darurat" dan bantuan logistik peralatan kebencanaan. Intinya BNT merujuk secara kolektif berbagai modal uang tunai, elektronik, transfer, ponsel, uang tunai untuk kerja, dan voucher serta logistik peralatan yang dapat digunakan dalam situasi darurat dan normal untuk penanggulangan bencana.Jenis-Jenis Bantuan Non Tunai
1. Voucher
Voucher menyediakan akses ke komoditas atau layanan yang telah ditentukan. Voucher bisa berupa kertas atau elektronik, dan biasanya dipertukarkan di toko atau pekan raya yang ditunjuk. Voucher juga dapat didenominasi dalam nilai tunai, komoditas atau layanan. Voucher adalah salah satu modalitas tunai dengan batasan-batasan.- Voucher berbasis komoditas atau layanan - yaitu voucher yang harus ditukar dengan komoditas atau layanan tertentu adalah dengan transfer yang terbatas definisi
- Voucher berbasis nilai ditetapkan dalam hal nilai tunai dan, tidak seperti voucher komoditas, voucher ini menawarkan sedikit fleksibilitas dan pilihan terbatas kepada penerima untuk memilih item, jenis dan beratnya berdasarkan kebutuhan penerima, tersedia di supermarket tertentu, toko atau dengan penyedia layanan.
Voucher bisa dalam bentuk kertas, tetapi kartu elektronik semakin banyak digunakan, dengan beberapa batasan yang dibuat di dalam kartu. Misalnya, kartu mungkin hanya berlaku di toko yang ditunjuk dan, di dalam toko-toko ini, hanya produk tertentu dapat dibeli.
Voucher dapat digunakan untuk memberikan akses ke pendidikan atau layanan kesehatan, tetapi juga mungkin untuk secara langsung menyubsidi fasilitas-fasilitas ini dan untuk mengidentifikasi orang-orang yang berhak mendapat manfaat dari voucher itu. Akhirnya, voucher lebih cocok untuk mencapai hasil sektoral tertentu (misalnya nutrisi, tempat tinggal), tidak seperti uang tunai, yang dapat digunakan untuk mencapai hasil multi-sektoral.
2. Hibah Uang Tunai, Multiguna dan Cash For Work
Selama ini Uang tunai yang bersumber dari anggaran BNPB berupa Dana Siap Pakai (DSP) diberikan hanya dalam satu bentuk yaitu cash dan diberikan kepada pemerintah setempat. Direktorat Optimasi Jaringan akan mencoba skema baru pemberian bantuan uang tunai yang dapat bersumber dari multipihak selain dari BNPB dan secara langsung diperuntukkan bagi korban bencana sesuai peruntukan yang lebih efektif.Hibah Uang Tunai (cash grants)
Hibah uang tunai (Cash Grants) didefinisikan sebagai penyediaan uang untuk individu, rumah tangga atau masyarakat, baik sebagai bantuan darurat yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka untuk makanan dan barang-barang non-makanan, jasa, atau bahan untuk memperbaiki/membangun rumah mereka, atau untuk membeli aset penting untuk pemulihan mata pencaharian mereka. Uang tunai dapat didistribusikan secara langsung dengan menggunakan kartu elektronik, yang tidak perlu dikaitkan dengan rekening bank dan penerimanya dapat mengaksesnya sebagaimana halnya dengan kartu tunai.
Uang tunai juga dapat didistribusikan melalui transfer telepon seluler, perusahaan pengiriman uang, kantor pos atau bahkan sebagai uang tunai langsung. Penerima manfaat memutuskan cara menggunakan uang tunai yang diterima. Dengan demikian, hibah tunai adalah suatu transfer tunai multi-tujuan tanpa syarat, yang berkontribusi untuk memungkinkan penerima manfaat memenuhi kebutuhan dasar mereka, baik berupa makanan, non-makanan atau layanan, atau bisa juga merupakan bantuan bersyarat yang akan diterima setelah menyelesaikan kegiatan tertentu misalnya vaksinasi, pendaftaran di sekolah, menghadiri pelatihan FA, dll., tergantung pada tujuan proyek
Hibah Tunai Multiguna
Hibah tunai multiguna didefinisikan sebagai hibah (baik disampaikan dalam beberapa tranche biasa atau sebagai pembayaran satu kali) yang sesuai dengan jumlah uang yang dibutuhkan oleh rumah tangga untuk menutupi, sepenuhnya atau sebagian, kebutuhan dasar mereka yang dapat dipenuhi oleh pasar lokal dan layanan yang tersedia dengan tepat dan efektif.Transfer multi-guna menuntut koordinasi yang lebih besar antara actor- aktor kemanusiaan dan donor untuk menilai kebutuhan dan untuk menerjemahkannya ke dalam suatu nilai moneter tunggal, Keranjang Belanja Minimum (Minimum Expenditure Basket/MEB). Bantuan kemanusiaan akan mencakup seluruh MEB atau akan menutupi kesenjangan di antara sumber daya sendiri, bantuan lain dan MEB. Penerima manfaat akan memprioritaskan cara terbaik untuk menggunakan bantuan yang diterima untuk memastikan bahwa kebutuhan mereka paling mendesak yang diidentifikasi sendiri terpenuhi.
Hibah Cash For Work (Tunai Untuk Bekerja)
Uang tunai untuk bekerja (Cash-for-Work/CfW) membayar peserta program untuk tenaga kerja tidak terampil dan terampil yang dilakukan pada proyek-proyek yang membangun atau memperbaiki aset atau infrastruktur masyarakat. Karena pembayaran hanya diterima setelah peserta menyelesaikan pekerjaan, CfW sering dianggap sebagai jenis transfer tunai bersyarat ("persyaratan" menyelesaikan pekerjaan). Partisipasi program biasanya terbatas pada siklus terikat waktu (misalnya, empat hingga enam minggu) dan pembayaran untuk bekerja pada program CfW dapat dilakukan dalam bentuk uang tunai, voucher (jika perlu) atau e-transfer.CfW bukan merupakan program penciptaan pekerjaan atau mata pencaharian. Tujuannya adalah untuk menyediakan upah jangka pendek yang konsisten kepada kelompok sasaran yang rentan, rumah tangga yang terkena krisis ketika mereka tidak secara aktif dipekerjakan dalam kegiatan lain dan pada saat yang sama mendukung pemulihan atau rehabilitasi infrastruktur.
Bantuan Logistik Peralatan Kebencanaan
Bantuan logistik peralatan bencana sudah menjadi icon utama bantuan dalam kedeputian logistik peralatan BNPB selama ini. Hal yang perlu dibenahi adalah multisumber, multivarians dan multi saluran distribusi. Jika selama ini BNPB langsung memberikan bantuan logistik peralatan ke daerah-daerah sehingga tingkat ketergantungan daerah kepada pusat sangat tinggi, dilain sisi ada beberapa daerah yang justru merasa tak butuh dibantu dalam bentuk barang logpal sebab merasa mampu memberdayakan potensi pentahelix di wilayahnya contohnya DKI Jakarta.BNPB dalam hal ini memiliki terobosan baru misalnya, BNPB melalui kemitraan dan bisnis development dapat menerima bantuan berupa uang tunai dalam bentuk transfer untuk dibelikan barang logistik peralatan untuk dibagikan kepada daerah atau memediasi antar unsur pentahelix agar dapat memberikan langsung bantuan mereka kepada BPBD daerah baik dalam situasi darurat maupun normal.
Ada banyak pola pola mekanisme yang dapat menjadikan BNPB sebagai fasilitator mulai dari sumber donatur, distributor, untuk sapai ke penerima manfaat (BPBD ataupunkorban bencana). Hal ini juga dapat membantu mengatasi keterbatasan dan keterlambatan anggaran BNPB dalam penyiapan logistik peralatan, sementara bencana massif dan tak dapat diprediksi jenis dan waktunya.
Pendekatan Multimodal dalam BNT
Penggunaan Bantuan Non Tunai, pendekatan multimodal akan memastikan bahwa program tetap fleksibel, bisa diadaptasi dan cocok untuk tujuan bagi mereka yang membutuhkan bantuan.Pendekatan multi-pihak yang kohesif terhadap Bantuan Non Tunai yang menangani kebutuhan orang-orang yang terkena bencana
- Mempromosikan inklusi keuangan dengan fokus pada literasi keuangan
- Mendorong penggunaan pendekatan e-wallet tunggal
- Mendukung dan memfasilitasi para pemangku kepentingan dalam advokasi kolektif tentang penggunaan digital CTP untuk kesiapsiagaan, tanggapan dan pemulihan untuk bencana
- Memberikan arahan untuk mengembangkan dan menerapkan pedoman yang ringkas, serta berbasis peraturan dan standar untuk semua pemangku kepentingan (Pemerintah, LSM Internasional, LSM, CSO, sektor swasta, dll.)
Bantuan Non Tunai dalam siklus Manajemen Bencana
Bantuan Non Tunai bisa digunakan untuk mendukung orang-orang yang terkena bencana di seluruh siklus manajemen bencana; tidak hanya sebagai suatu respons. Secara global, penggunaan Bantuan Non Tunai telah diimplementasikan untuk kegiatan kesiapsiagaan , bencana awal lambat , bencana awal cepat , serta pemulihan dan rehabilitasi setelah suatu bencana. Ini juga termasuk pertimbangan BNT selama respons, pemulihan awal/pemulihan dan fase kesiapsiagaan siklus PB.Manfaat dan Potensi Bantuan Non Tunai
- Multisumber, multimodality, and multivarians : Bantuan Non Tunai yang bersumber dari multipihak dengan multi modality dapat lebih fleksibel baik dari pemberi bantuan dan penerima sebab banyak pilihan varians bantuan yang dapat diberikan yang disesuaikan dengan kondisi dan jenis bencana yang dialami serta tingkat crowdidnya masalah suplai distribusi logistik peralatan kepada korban bencana.
- Martabat: penerima manfaat memiliki kemauan untuk membeli, tidak seperti komoditas dalam bentuk barang, yang telah ditentukan oleh pemerintah atau lembaga bantuan
- Pemberdayaan: bantuan Nontunai baik yang berupa cash, logistik maupun peralatan memberikan stimulasi pemberdayaan unsur pentahelix dalam mendukung upaya penanggulangan bencana. selain itu dengan uang tunai melalui voucher/kupon, penerima manfaat diberdayakan untuk memiliki kendali atas bantuan yang diterima. Dunia usaha di wilayah terdekat lokasi bencana juga dapat diberdayakan untuk aktivasi perputaran aset usaha mereka.
- Fleksibilitas: Daapat meminimalisir proses pengadaan dan pengiriman logistik peralatan yang panjang, BNT memberikan fleksibilitas yang besar dalam menjangkau penerima manfaat secara tepat waktu dan terarah, terutama dalam keadaan darurat
- Efisiensi biaya: BNT dapat mengurangi biaya transportasi dan penyimpanan barang dan makanan serta mengurangi biaya operasional overhead dalam jangka panjang. BNT juga dapat menghasilkan tingkat pengalihan atau penjualan bantuan yang lebih rendah karena penerima memenuhi kebutuhan yang diidentifikasi sendiri
- Memperkuat pasar lokal: BNT dapat secara langsung menguntungkan pasar lokal dan komunitas tuan rumah, serta dapat memulihkan ekonomi lokal terutama setelah keadaan darurat, yang dengan demikian memberikan tanggapan lokal terhadap masalah lokal
- Transparansi :BNT, khususnya melalui pembayaran digital, meningkatkan transparansi mengenai banyaknya bantuan yang mencapai penerima.
- Akuntabilitas : Uang tunai dalam bentuk voucher atau kupon dapat menjadi sarana akuntabilitas dengan mempercayai dan memungkinkan orang untuk memprioritaskan kebutuhan mereka sendiri.
Implikasi
- Institusionalisasi mekanisme koordinasi seperti Klaster Logistik sebagai kelompok kerja dengan struktur dan prosedur tetap agar setiap elemen pemangku kepentingan memiliki pola kerja sama yang berkelanjutan. Institusionalisasi SOP akan memperkuat mekanisme koordinasi dan meningkatkan sinergi pengelolaan bantuan logistik karena pemangku kepentingan diminta lebih berdedikasi terhadap upaya-upaya kesiapsiagaan
- BNPB perlu merancang perka mengenai SOP/MOU kemitraan dan bisnis development
- Mendorong pemerintah daerah bekerjasama dengan pengambil kebijakan politik melakukan pembuatan Rencana Induk Penanggulangan Bencana Daerah berisikan susunan mekanisme koordinasi logistik dan SOP-SOP untuk setiap risiko bencana yang relevan di daerah masing-masing. Rencana Induk dapat dikembangkan dari rencana-rencana kontinjensi yang sudah disusun dan digabungkan dengan rencana mitigasi untuk risiko bencana lainnya menjadi satu dokumen.
- BNPB perlu merevisi Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Daerah Tingkat Kabupaten / Kota tahun 2015 dengan secara tegas menghimbau pemerintah daerah untuk menerapkan mekanisme koordinasi dan menyusun prosedur tetap terkait penyaluran bantuan logistik peralatan penanggulangan bencana.
- Pemanfaatan tehnologi dan informasi dalam memberikan penguatan koordinasi dan kemitraan dalam upaya penanggulangan bencana dan pengurangan resiko bencana termasuk didalamnya pemantapan INALOG serta development web base lainnya yang dapat memudahkan sirkulasi rantai pasokan logistik peralatan
Daftar Pustaka
- Kuswanti. (2008). Gambaran Umum Kemitraan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia.
- Putera, R. E. (2012). Analisis terhadap Program-program Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
- Kementrian luarnegeri, (2011) Direktori Organisasi Internasional Non-Pemerintah (Oinp) Di Indonesia, Jakarta, Direktorat Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri.
- Gregorius Jason Irawan, (2019) Buku Putih Pengembangan Kebijakan dan Pelaksanaan Tata Kelola Bantuan Logistik dalam Penanggulangan Bencana di Indonesia oleh BNPB dan BPBD, Final draft to be submitted to BNPB and several BPBDs BNPB
- Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, (2014), Analisis Dampak dan Pelaksanaan Kerangka Hukum untuk Bantuan Bencana Internasional di Indonesia, Jenewa : IFRC
- Kemenko PMK, Pokja Bantunan Non Tunai, (2018), Final Draft Bantuan Non Tunai untuk Korban Bencana: Suatu Pendekatan Umum di Indonesia.
- PERKA-PERKA BNPB
Selamat datang sahabat siaga bencana.
BalasHapus